Menikah itu kombinasi ajaib dari
sisi-sisi yang saling melengkapi. Ia di satu sisi adalah karunia, di sisi lain
adalah tanggung jawab, di sisi berbeda adalah kebajikan bagi sesama, dan di
berbagai sisi lain ia bisa menjadi kebutuhan fitrah, sarana memuaskan hasrat
birahi secara halal, media memuliakan cinta sesama jenis dengan cara yang
dibenarkan syariat, menggapai obsesi dengan anak dan harta, dan, beragam sisi
lainnya. Kesemuanya bisa saling melengkapi, saling mengisi dan saling memberi
nuansa indah pada media agung yang disebut Pernikahan.
Berpangkal dari wujud nikah yang
merangkum begitu banyak sisi tersebut, maka orang yang ingin menikah juga
berhak membangun obsesi-obsesi halal seputar sisi-sisi yang melekat pada media
pernikahan.
Ia berhak membangun obsesi untuk
bersenang-senang secara halal, menikmati masa mudanya, bercengkerama dengan
gadis perawan yang telah sah menjadi istrinya, demikian pula sebaliknya, si
istri dengan pemuda idaman yang telah sah menjadi suaminya.
Itulah yang diungkapkan oleh Nabi
— shallallahu ‘alaihi wa sallam — kepada salah seorang sahabat beliau yang baru
saja menikahi seorang janda,
“Kenapa engkau tidak menikah seorang gadis
sehingga kalian bisa saling bercandaria?”…yang dapat saling menggigit bibir
denganmu?” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Di dalam satu riwayat disebutkan,
“Kalian bisa saling tertawa dan menggembirakan satu terhadap yang lain. ”
(Shahih al-Bukhari: Kitab an-Nafaqat, Bab ‘Aunul Mar’ah Zaujaha fi L4aladihi,
juz 11, hal. 441.)
Di dalam satu riwayat lagi,
“Sehingga engkau juga memiliki yang dimiliki anak-anak gadis, berikut air
liurnya. ” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Itu artinya, menikahi seorang
gadis juga “memborong” berbagai maslahat dan kepentingan yang diabsahkan dalam
Islam. Maka, orang yang memilih menikahi gadis yang masih perawan demi
tujuan-tujuan halal yang bisa membantunya untuk semakin bertakwa kepada Allah,
jelas telah berada di jalur yang tepat, dan itu amat diapresiasi dalam Islam,
seperti yang diungkapkan oleh Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam — di atas.
Tapi, bagaimanapun, itu hanyalah satu alternatif dari sekian alternatif
pilihan.
Orang juga berhak menikah dengan
wanita yang terbukti subur dan penyayang terhadap anak, baik ia gadis –melalui
penelitian medis, dan juga kebiasaannya sehari-hari– ataupun janda. Karena
memiliki banyak keturunan juga tujuan absah dalam Islam, bahkan juga sangat
dianjurkan.
Nabi bersabda:
تَزَوَّجُوا
الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكََاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ
“Nikahilah wanita yang subur dan
sayang anak. Sesungguhnya aku berbangga dengan banyaknya umatkudi hari kiamat.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab An-Nikah, bab: Larangan Menikahi
wanita yang tidak dapat beranak, hadits No. 2050. Diriwayatkan juga oleh
An-Nasa’i dalam kitab An-Nikah, bab: Larangan menikahi wanita mandul, hadits
No. 3227, dishahihkan oleh Ibnu Hibban No. 228)
Ibnu Hajar memberi penjelasan,
“Hadits ini dan hadits-hadits yang senada yang banyak jumlahnya, meski sebagian
di antaranya lemah, memberikan motivasi untuk menikah dengan wanita yang bisa
memberikan keturunan.”
Di sini, ada sebuah rahasia
penting tentang keragaman pilihan dalam menikah. Tentu, seorang janda yang
sudah menikah secara kongkrit bisa memberi bukti bahwa ia wanita yang subur dan
penyayang terhadap anak.
Maka, bila seorang pria lajang
memilih menikah seorang janda beranak dua misalnya, karena ia melihat wanita
itu terbukti subur –dari jarak kelahiran kedua anaknya– dan tampak begitu
sangat menyayangi kedua anaknya, maka pria tersebut juga berada di garis
syariat. Karena perintah atau anjuran Nabi — shollallohu ‘alaihi wa sallam —
dalam hadits di atas juga sangatlah lugas, siapapun yang melaksanakan substansi
perintah tersebut, meski dengan menikah seorang janda, maka ia telah
menjalankan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Begitu pula orang yang menikahi
seorang janda karena alasan ingin menolong janda tersebut. ditinggal wafat
istrinya, Khadijah, Rasulullah — shallallahu ‘alaihi wa sallam — mengalami
kesedihan hebat. Saat itulah, seorang wanita, Khaulah bintu Hakim As Sulamiyah,
mengetuk pintu hati Rasulullah — shallallahu ‘alaihi wa sallam — dengan
pertanyaannya,
“Tidakkah engkau ingin menikah
lagi, wahai Rasulullah?”
Dengan nada penuh kesedihan dan
kegalauan, Rasulullah balik bertanya,
“Adakah lagi seseorang setelah
Khadijah?”
Khaulah pun menjawab, “Kalau
engkau menghendaki, ada seorang gadis. Atau kalau engkau menghendaki, ada pula
yang janda.”
“Siapa yang gadis?” Tanya beliau
lagi.
“Putri orang yang paling engkau
cintai, ‘Aisyah putri Abu Bakr,” jawab Khaulah.
Rasulullah — shallallahu ‘alaihi
wa sallam — terdiam sesaat, kemudian bertanya lagi,
“Siapa yang janda?”
“Saudah bintu Zam’ah, seorang
wanita yang beriman kepadamu dan mengikuti ajaranmu.” Jawab Khaulah.
Tawaran Khaulah mengantarkan
Saudah bintu Zam’ah memasuki gerbang rumah tangga Rasulullah — shallallahu
‘alaihi wa sallam –. Hati beliau tersentuh dengan penderitaan wanita Muhajirah
ini. Beliau ingin membawa Saudah ke sisinya dan meringankan kekerasan hidup
yang dihadapinya. Lebih-lebih di saat itu, Saudah memasuki usia senja, tentu
lebih layak mendapatkan perlindungan.
Riwayat ini menegaskan tentang
adanya anjuran menikahi janda bila bertujuan meringankan beban hidupnya, dan
itu termasuk dalam kategori “tolong-menolong atas dasar ketakwaaan dan
kebajikan.” Juga termasuk yang mendapatkan kabar gembira, “Allah senantiasa menolong
seorang hamba selama si hamba menolong sesamanya.”
Suatu saat, Nabi — shallallahu
‘alaihi wa sallam — pernah bersabda,
“Sesungguhnya orang-orang Bani
Asy’ar itu bila terkena musibah kematian dalam peperangan sehingga istri-istri
sebagian di antara mereka menjanda, atau keluarga sebagian mereka kekurangan
makanan, mereka akan mengumpulkan makanan-makanan mereka dalam satu buntalan
kain, baru mereka bagikan secara merata di antara mereka dalam satu nampan.
Mereka bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari mereka..”(Riwayat
al-Bukhari dan Muslim)
Demikian ungkapan rasa kasih
beliau terhadap para janda. Menikahi janda karena kondisinya yang miskin dan
butuh pertolongan termasuk dari bagian sunnah yang dapat dipahami dari hadits
ini. Dengan demikian, kedua pilihan tersebut –menikahi gadis atau janda–
sama-sama bisa berada di garis anjuran syariat, keduanya adalah alternatif, dan
siapapun berhak memilih mana yang baginya lebih ia minati.
Riwayat Lain
Suatu ketika, shahabat Jabir bin
Abdillah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu
peperangan. Saat pulang dari perang, beliau tertinggal dari rombongan
disebabkan onta beliau yang kelelahan. Nabi pun mendatangi beliau dan bertanya,
“Ini Jabir?” Jabir menjawab, “Iya Rasulullah.” “Ada masalah apa Jabir?” Nabi
kembali bertanya. Jabir menjawab, “Ontaku lambat dan kelelahan sehingga aku
tertinggal.”
Kemudian Nabi pun menusuk onta
Jabir dengan tongkatnya seraya berkata, “Naiklah!” Jabir pun naik, dan tatkala
ontanya melaju kencang, ia pun menahannya agar tak mendahului Rasulullah.
“Engkau sudah menikah Jabir?” Tanya Rasulullah. “Iya.” Jawab Jabir. “Perawan
ataukah janda?” Rasulullah kembali bertanya. “Janda”. Jawab Jabir kemudian.
Nabi bertanya, “Kenapa tidak
menikahi perawan saja? Engkau bisa bermain dengannya dan ia bisa bermain pula
denganmu”. Jabir menjawab, “Aku ini memiliki saudari perempuan yang banyak. Aku
menikahi janda agar ada wanita yang merawat, mengurusi dan menyisiri rambut
mereka”. Nabi pun menasehati, “Adapun jika engkau telah sampai di rumah, maka
kumpulilah istrimu, kumpulilah istrimu” (HR. Al-Bukhari no. 2097 dan Muslim no.
1089).
Keutamaan menikahi gadis perawan
daripada janda. Karena sifat seorang gadis perawan itu biasanya senang dengan
permainan. Berbeda dengan janda yang telah makan asam garam pernikahan. Para
fuqaha mengatakan:
الْبكر
أولى إِذا لم يكن
عذر فِيمَا يظْهر
“perawan lebih utama jika tidak
ada udzur yang nampak” (lihat ‘Umdatul Qari, 17/147
Persoalannya, tengoklah kemampuan
diri dan juga kapasitas yang ada dalam diri kita masing-masing. Teliti dan
cermati kebutuhan yang berjalan selaras dengan kondisi jiwa kita, kebutuhan
fisik kita, kecenderungan hati kita, dan segala wujud alat analisa yang
tersebar dalam diri kita.
Praktisnya, bila seseorang
berkeinginan menikahi seorang janda, jangan ia mengabaikan kebutuhan dirinya
sendiri yang ingin ia capai dengan menikah. Teliti dan cermati, bila ia
menikahi janda tersebut, apakah segala keinginannya untuk bercengkerama,
bersenang-senang secara halal, melampiaskan kebutuhan ragawinya yang secara
fitrah butuh dilampiaskan, apakah semua itu dapat dicapai? Kalaupun tak
sepenuhnya, minimal hingga batas ia tak perlu mengumbarnya dengan cara yang
haram! Atau, misalnya dapat dipenuhi sisanya dengan berpoligami secara sehat,
apakah istri pertama (wanita janda yang ia nikahi tersebut) rela berbagi?
Bila pilihannya adalah menikahi
seorang gadis, dapatkan gadis itu memenuhi kebutuhannya soal anak misalnya. Kalau
memang bisa, adakah kelebihan si janda dibandingkan si gadis yang dapat
mendorongnya untuk lebih memilih janda tersebut?
Berbagai pilihan terbentang di
depan kita, dan Islam memang agama yang maslahat. Maka ketika kita dihadapkan
pada pilihan-pilihan mubah tersebut, gunakanlah kebijakan analisa kita untuk
dapat mencapai sebesar-besarnya maslahat bagi diri kita, agama kita, dunia dan
akhirat kita secara keseluruhan. Gadis atau janda bukanlah masalah, yang
menjadi masalahnya: Dengan siapakah di antara keduanya Anda merasa bisa hidup
berbahagia dan sejahtera?
Pilihan ada di tangan Anda.
Namun janda atau gadis sama
saja..yang paling penting akhlak, agamanya..dan sholehahnya. Banyak gadis
bertabiat buruk..banyak janda bertabiat baik. banyak janda bertabiat
buruk..tapi banyak pula gadis bertabiat baik. Hati hatilah menentukan sikap.
Nasehat Penulis:
Jika kita mendalami sebuah
hakikatnya Janda atau pun Perawan Tidak bisa dikatakan sama. Ada
pengecualiannya..
Rahasia dibalik perkawinan Nabi
Muhammad SAW, niscaya mereka akan mengerti dan memaklumi adanya bahkan akan
memuji kepintaran strategi dari Nabi besar Muhammad SAW, yaitu : “political and
social motives”.
Perkawinan pertamanya dengan
Khadijah dilakukan ketika dia berumur 25 tahun dan Khadijah berumur 40 tahun.
Selama hampir 25 tahuh, Nabi SAW hanya beristrikan Khadijah, sampai Khadijah
meninggal dunia diumur 65 tahun.
Dalam riwayat itu dinyatakan:
وتزوجها
رسول الله صلى الله
عليه و سلم وهو
بن خمس وعشرين سنة
وخديجة يومئذ بنت أربعين
سنة ولدت قبل الفيل
بخمس عشرة سنة
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam menikahinya (Khadijah) ketika beliau berusia 25 tahun, sementara
Khadijah berusia 40 tahun.” (Thabaqat Ibn Sa’d, 1/132)
Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu
‘anhu, beliau mengatakan, “Usia Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
menikahi Khadijah adalah 25 tahun. Sedangkan usia Khadijah 40 tahun.”
Hanya setelah Nabi SAW berumur
lebih dair 50 tahun, barulah nabi SAW mulai menikah lagi. Dengan demikian
jelaslah bahwa jika memang Nabi SAW hanya mencari kesenangan semata, tentulah
tidak perlu beliau menunggu sampai berusia lebih dari 50 tahun, baru menikah
lagi. Tapi Nabi Muhammad SAW tetap mencintai Khadijah selama 25 tahun, sampai
Khadijah meninggal dunia di usia 65 tahun.
Jadi, sudah menjadi rahasia umum
bahwa Siti Khadijah adalah seorang wanita terhormat, cantik, wirausaha, sukses dan kaya raya. Siti Khadijah adalah
putri dari Khuwailid bin As’ ad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al –
Qurasyiyah al – Asadiyah.
Disini penulis ingin menyampaikan
pengecualian itu adalah;
– Rasulullah SAW adalah Seorang
bujang, cerdas, pekerja, berakhlak baik
– Sedangkan Khadijah adalah janda
bukan sembarang janda wanita yang terhormat, kaya dan sukses
NILAI BARTER (SISI TANYA JAWAB)
Ketika seorang laki-laki yang
masih bujang (belum pernah menikah) dan ketika
ingin menikahi janda tentunya haruslah ada nilai barter diantaranya sang
bujang barter dengan Janda yang kaya. Si janda dapat bujang dan yang sang
bujang dapat kekayaan janda.
Tetapi kalau sang bujang ingin
menikahi gadis maka barter tidak harus ada
Bagaimana kalau terbalik?
Sang Janda tidak kaya tapi
cantik, Namun Sang bujang yang sukses dan kaya ?
Jika demikian, maka si Janda
haruslah belajar nenjadi sosok wanita soleha, mendengarkan serta setia. Menjaga
diri dan tidak membuka hati kepada orang lain. Memahami dan pengertian. Karena
biar bagaimana pun haruslah ada nila barter. Bukan berarti itu dikatakan CINTA
MATERI, Kita hidup dijaman modern bukan dimasa Jahiliya. Menikah dengan istilah
“Kupinang engkau dengan Bismillah” Itu hanya asumsi luarnya saja. untuk
dalamnya adalah penyambung kehidupan yaitu materi.
Cinta dimasa dulu “Dari Mata
turun ke hati” Namun cinta masa sekarang “Dari mata naik kepikiran” Artinya,
Laki-laki atau pun perempuan berpikir, Apa yang kamu miliki dan apa yang kamu
punya. Karena kita lagi hidup di dunia. Dan dunialah harus penyambung untuk
akhirat dengan bekal amal dan pahala nantinya.
Bukan cuma soal iman.
sebagus-bagusnya iman kalau tidak punya materi juga binasa dan melarat. Kita
bukanlah NABI yang sudah diberikan JAMINAN. Nabi Miskin karena sudah ada
JAMINAN dari ALLAH. Jadi untuk apa
Muhammad mengejar dunia? Logis kan.
Kita sebagaimana manusia yang
tidak ada jaminan dari Tuhan tetaplah harus optimis dan tidak boleh berhenti
untuk mengejar dunia dan akhirat. Mengumpulkan pahala dan amal kebaikan. KARENA
YANG MENJADI PERHITUNGAN NANTI PAHALA DAN AMAL
Untuk mencapai kejayaan dan Surganya. Dan itu dibutuhkan materi. Asal
jangan materi membuatmu lupa daratan dan membuatmu matrealistis dunia. Itu yang
SALAH.
Kembali, kepada soal Bujang dan
janda, adalah suatu keharusan adanya nilai barter. Dengan tujuan yang baik dan
lebih baik. Untuk itu jika mau mendapatkan sesuatu haruslah berjuang. Kamu
tidak punya materi, cari sisi lainnya yang bisa dijadikan nilai barter
diantaranya… SAYA SOLEHA, CANTIK, CERDAS, PENGERTIAN, MEMBANTU, MENOLONG,
MENDOAKAN, DAN MASIH BANYAK LAGI. Kalau si laki-laki Duda Kaya mendapatkan janda miskin tidak
masalah. Karena sudah barter.
Mungkin Gambarannya seperti ini
dari sebuah nilai barter
A : “Calon Istri kamu Perawan
atau Janda?”
B : “Janda”?
A. : “Kaya Gak”?
B : “Cuma Cantik”?
A. : “Cantik itu realatif,
relatifnya ketika kamu sudah menikah maka kecantikannya pun tidak semanrik dari
awal pertemuan kamu”?
B : “Iya juga sih, terus
bagaimana?”
A: “Harus dia “Berada” selain ia
cantik, Juga Shaliha dan terhormat, bisa menjaga diri dari berbagai macam
godaan laki2. Karena kamu bujang, tampan, cerdas, materi punya, jadi tidak
seimbang dong, benar gak?”
B : “Bener juga, kata kamu. .”
A : “Apa kata orang nantinya
ketika kamu menikah dengannya. Orang2 akan bertanya seperti ini; Calon istri
dia masih perawan atau janda? Terus ada yang berkata, “Oh dia janda? Terus ada
yang bertanya lagi, “Kaya” gak? Ada orang yang jawab.. “Iya dia Kaya” “Pantes,
Kaya sih… Jadi masih ada kebanggan juga kan, benar gak?”
B. “Iya, juga sih..Bener banget
kata kamu”
A : “Coba evaluasi dan renungkan
kembali, pernikahan itu bukan soal cinta saja, bukan soal ketaqwaan semata
saja, tapi keberlangsungan hidup yang di dalamnya harus ada materi”
Semoga tulisan ini dapat memahami
bagi pembaca. Jika ada yang keberatan dan mau berkomentar silakan namun dengan
cara yang baik dan santun.
Nonton/Streaming Nonton Bokep Hemat Kuota cuma di SMBOKEP
BalasHapusKlik:
www.SMBokep.info <= Bokep Terbaik
Streaming Indo Hot <= Bokep Indo
Nonton Bokep JAV HD <= Bokep Jepang
Korea XXX <= Bokep Korea
Thai Hot Porn <= Bokep Thailand
Gudang Bokep India <= Bokep India
Kumpulan Jilboobs <= Bokep Jilbab
Bokep INCEST <= Bokep Mamah Muda
Bookmark link diatas ya! -------