Apa kabar hati? Masihkah iya embun? merunduk tawadu' dipucuk-pucuk daun, masihkah iya karang? berdiri tegar menghadapi gelombng ujian. Apa kabar iman? masihkah iya bintang? terang benderang menerangi kehidupan..

Rabu, 06 Mei 2015

Mencari Ketenangan Hati dan Jiwa


Setiap orang di dunia ini pasti mengharapkan ketenangan hati dan ketenangan jiwa, namun belum tentu bisa mewujudkannya. Ada banyak kasus menarik mengenai topik ini di antaranya, banyak orang yang sebenarnya tahu tetapi membuat aturan main sendiri, banyak orang tahu caranya tetapi lebih memilih cara lain yang sebenarnya dia tahu bahwa itu bertentangan, dan juga banyak orang yang tahu bagaimana menggapainya tetapi selalu mengulur waktu dan melakukan pembebasan atas kemauannya. Itulah kita.. Saya hanya memberikan renungan kembali, bukan menyalahkan siapa-siapa.



Ada banyak kebahagiaan yang telah kita nikmati selama hidup kita, tetapi ada juga banyak hal yang seharusnya kita nikmati dan syukuri tetapi kita malah melupakannya. Kita hanya fokus pada apa yang belum kita raih, dan apa yang kita telah kita dapatkan kita lupakan begitu saja untuk mengejar kesenangan hidup selanjutnya. Bila kepuasan diri yang kita kejar, maka yakinlah ketenangan hati dan ketenangan jiwa akan sulit kita ciptakan dalam keseharian kita. Kepuasan diri tidak salah jika kita kejar, tetapi rasa syukur atas apa yang telah kita raih harus ditanamkan juga dalam diri kita agar kita bisa tenang.

Batin yang gelisah selalu "mencari" kesana kemari untuk dapat berbahagia. Mencari titik titik identitasnya yang terserak di semesta.

Ia pergi ke puncak gunung untuk menemukan identitas pemandangan yang indah, padahal pemandangan hanyalah pemandangan. Apakah identitasnya sama dengan pemandangan?
Ia pergi ke wahana wisata untuk menghadirkan berbagai kebahagiaan. Tapi batinnya tetap letih, sebab berbeda antara keinginan pikiran dan kebutuhan sang batin.
Ia pun pergi ke luar negeri untuk menemukan identitas dirinya yang mungkin saja terserak di negeri cina, itali, mesir, spanyol atau amerika. Ia pun semakin jauh dari batinnya.
Ia puaskan dirinya untuk berbisnis mencari uang dan uang, dan semakin banyak uang terkumpul, semakin sulit pula identitas batin bersua dengannya.

Oh batin, dimanakah identitasmu?

... Dan identitasnya pun semakin tak jelas walaupun pikirannya sudah mereka-reka...
Siapa saya? Untuk apa saya hidup? Siapa Tuhan saya? Mau kemana saya?
Kalaulah itu semua sudah terjawab lalu "kenapa saya mudah gelisah, mudah khawatir, dan mudah tersinggung?"

Kenapa aku ini ada? Inilah pertanyaan dasar yang harus aku temukan jawabannya. Kalau aku tak mampu menjawab pertanyaan ini maka kegundahan selalu bersamaku.
Tak mungkin aku ini ada karena kebetulan atau ketidaksengajaan. Sebab kalau aku ini ada karena kebetulan maka dunia ini adalah hasil kumpulan kebetulan. Dan itu mustahil.
Bila dunia adalah kumpulan kebetulan, niscaya terjadi ketidakseimbangan yang besar. Niscaya sejak dahulu dunia sudah hancur.

Artinya, aku ada karena sudah direncanakan, by design, not by accident. Ada yang merencanakan agar aku ada di dunia ini. Ada yang mengadakanku, ada yang menciptakanku.

Aku pun mulai sadar, bahwa gundah hadir karena aku menjauh dari rencana yang mengadakanku, Sang Penciptaku. Karena aku adalah CIPTAAN, dan bukan PENCIPTA.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan TANGGAPAN Anda Tentang INFO ini untuk Memberikan INSPIRASI dan MOTIVASI Pembaca Lain. Tinggalkan KOMENTAR Anda DISINI